Sabri Bin Umar
Hilang Pada 19 Maret 2003
![](https://i0.wp.com/echoesofjustice.com/wp-content/uploads/2023/11/18.jpg?fit=240%2C300&ssl=1)
Korban penghilangan orang secara paksa.
Sabri bin Umar lahir tahun 1965. Keluarganya dikaruniai 4
orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki.
Sabri (korban) merupakan toke kayu. Menurut pengakuan AS isterinya,
korban merupakan orang yang murah hati. Beberapa kali, orang kerja di PT tidak
memiliki uang dan meminjam ke korban. Jika meminjam 100-200 ribu sering tidak
dihutangi. Mereka membalas jasa korban dengan menaruh kayu milik korban
dipinggir jalan. AS mengatakan bahwa sempat ada yang menuduh korban mengambil
kayu PT, “kami gak pernah mengambil kartu PT, orang–orang kerja di
PT yang berutang budi pada bapak yang membawa kayu bapak ke pinggir jalan”
katanya.
Karena sakit, korban berobat ke Banda Aceh, saat kondisi
lumayan pulih ia pulang kerumahnya. Saat
itu bulan Ramadhan, mereka menyelenggarakan berbuka puasa bersama dirumah dan
mengundang orang-orang. Karena kondisi sudah agak ribut, Sabri memutuskan untuk
tidak lagi berobat ke Banda Aceh melainkan berobat di Ulee Jalan. Suatu
maghrib, saat Sabri ditempat Bg Jamal seorang anak muda Ulee Jalan mengatakan
kepada Sabri bahwa Anto (polisi) menanyakan kepadanya, apakah Bg Buyong (Sabri)
masih berobat? Mendengar hal tersebut, ia memutuskan untuk tidak lagi berobat
ditempat Bg Jamal. Kepada anak muda tersebut korban mengatakan hendak pulang
kekampung saja, jangan sampai orang lain musibah gara gara korban.
Istri korban mengatakan bahwa korban tidak bergabung
dengan GAM. Beliau hanya dijebak, ia bercerita beberapa kali sempat korban
diajak namun menolak. Suatu ketika ada rapat dirumah saudara, karena dihadiri
oleh geucik serta sekretaris gampong juga makanya korban juga hadir. “Saat itu sempat ada
catat nama disana, tetapi beliau tidak ada masuk kemanapun.” Tambah istrinya
korban.
Lalu, korban berobat ketempat camat. Beberapa hari
sebelum kejadian, istri korban sempat merasa tidak enak perasaan. Ia ingin
menjenguk suami dirumah bapak, namun dilarang sebab khawatir kedatangannya akan
membuat korban ditangkap. Malam minggunya, ia hendak berjumpa dengan korban
tetapi oleh orang disana dikatakan nanti jika ada kebutuhan bertemu pasti akan
diberitahu. Esoknya, Minggu pagi dikabarkan oleh adiknya bahwa korban sudah
diambil oleh tentara. Kejadian itu terjadi pada tahun 2000.
Keluarga mencari kemana-mana, termasuk ke Kodim. Mereka
mengatakan tidak ada. Ada juga yang mengatakan pada istri korban bahwa korban
yang sakit dibawa oleh tentara diam-diam ke RS. Cut Nyak Dhin (RS. Tentara)
tapi setelah dicari tidak bertemu. Istri korban juga bertemu dengan Kepala
Danramil, menurut pengakuan istri korban suaminya kenal baik dengan Danramil. Beliau sempat
mengatakan, “kenapa sewaktu saya sudah pindah tugas ke Meulaboh saya dengar Bg
Buyung begitu, padahal pas saya masih kepala Danramil beliau baik baik saja.”
Setelah kejadian itu saksi mengaku seringkali bermimpi
tentang korban. “Kadang saya melihat ia duduk di kursi, lalu saya salat subuh
lalu ia kebelakang dan menghilang” kali yang lain ia memimpikan bahwa korban
datang dari samping lalu mengecek bebek mereka. Ia juga sempat bermimpi, mereka
salat tarawih saat sujud dengan jelas melihat wajah korban. Itulah mengapa ia
yakin korban masih hidup. Beberapa bulan kemudian, ia bermimpi korban berada di
Ujung Kareung, dalam mimpinya korban mengatakan bahwa ia diikat di pohon besar
dan dibuang ke sumur. “Jangan cari lagi saya, kamu gak akan bisa temukan”
katanya.
Untuk kehidupan sehari-hari, AS menggadai kebun dan
berjualan kecil-kecilan sisa modal uang peninggalan suaminya. AS mengaku sempat
mendapatkan bantuan uang konflik 2 kali sebanyak 3 juta pada tahun 2003. Saat
ini, tidak ada bantuan apapun yang diterimanya. Anak-anaknya sudah tamat
sekolah semua dan AS tidak menikah lagi
“Kalau saya ke pasar, kadang-kadang dikasih uang oleh
janda yang ada dipasar. Katanya dulu sempat berhutang sama bg buyung.”