Echoes Of Justice

Ilham Sitohang

Hilang Pada 5 Mei 1999

Korban penghilangan orang secara paksa.

Hilangnya Pak Ilham jatuh 2 hari setelah Tragedi Simpang KKA atau yang juga dikenal sebagai Tragedi Dewantara. Tragedi yang jatuh pada tanggal 3 Mei 1999 di Aceh Utara tersebut merenggut 46 nyawa, 10 korban hilang dan 156 luka-luka. Namun, cerita Pak Ilham berbeda, karena beliau bahkan tidak berada di Simpang KKA, menurut cerita yang disampaikan Ibu AZ. “Jam 6 sore pada hari itu (5 Mei 1999) sekitar menjelang maghrib, Bapak dijemput seseorang dan saya tidak melihat wajahnya. Cuma, ada teman-teman yang bilang ke saya ‘kok tidak temani Bapak?”. Bapak ditarik-tarik dan dimasukkan dalam mobil CJ, kata orang tersebut. Tapi saya juga tidak tahu siapa yang mengambil Bapak” lanjut Ibu AZ.

 

Seminggu setelah malam hilangnya Pak Ilham, Ibu AZ mengatakan bahwa ada orang yang datang kerumahnya menanyakan keberadaan Bapak, dengan alasan bahwa ada proyek. Pada saat itu, Ibu AZ tidak yakin apakah orang tersebut benar-benar datang untuk alasan adanya proyek atau ada alasan lain. Ibu AZ lalu menjelaskan “Bapak pernah bilang ‘Saya ada kasus di proyek’. Awalnya begini, ada orang malam-malam datang minta kerja sama Bapak tapi Bapak bilang tidak boleh untuk proyek ini dengan pernyataan bahwa ini harus beberapa suku bisa Aceh, Jawa. Yang datang itu orang Aceh, bawa gula. Beberapa hari setelahnya, dia maki saya ‘…Batak’. Itu biangnya yang pertama ,tapi saya tidak bisa pastikan. Ancaman-ancaman memang ada dan semenjak itu lah Bapak gelisah begitu. Pada akhirnya, tanggal 5 jam 6 sore, Bapak pergi untuk selamanya tidak pernah kembali”.

 

Ibu AZ dan Pak Ilham memiliki 5 orang anak -4 anak perempuan dan 1 anak laki-laki yang pada saat kejadian masih berumur 6 tahun, 5 tahun, 4 tahun, 1,5 tahun dan anak laki-lakinya masih berumur 7 bulan. Melihat kembali 21 tahun berlalu setelah kejadian malam tersebut Ibu AZ berbagi betapa sedihnya kalau mengingat kembali ke belakang. Namun beliau merasa menceritakan kembali dengan anak-anaknya membantu untuk membangkitkan kembali semangatnya.

“Saya kadang-kadang rindu, ingin jumpa tapi kayak mana ya? Tapi saya memang cerita dengan anak-anak supaya bangkit lagi semangat saya. Terus, saya sengaja buat galeri itu, saya liat perbandingan anak-anak itu dulu dengan sekarang. Saya ngomong sendiri, ‘Pa, ini anak-anak sudah saya jadikan orang walaupun dalam serba kekurangan dan saya juga gak makan. Tapi Alhamdulillah anak-anak patuh itu dan syukurnya mereka kuliah di USU itu walaupun saya gak makan’”

 

Ibu AZ juga menceritakan bahwa walaupun dia sedih saat harus mengingat kembali ke tragedi 21 tahun lalu, tapi beliau juga bangga saat ada yang bertanya tentang suami-nya. “Berarti kan mereka kan ingat, masih mencari terutama pada Bapak. Sering kok cerita, apalagi tetangga cerita Bapak baik-baik, (saya) senang”.

 

Hal yang paling memilukan adalah tidak tahu-nya pihak keluarga mengenai status sang suami hingga hari ini. “Kalau sedih ya sedih karena gak tau kuburan saja. Dan saya gak pernah melapor. Saya gak berani melapor karena gak jelas kuburannya dimana gitu. Saya yakin (dalam) hati kecil saya, Bapak itu tidak ada lagi. Tidak mungkin (masih hidup dan sengaja tidak kembali) karena dia begitu mencintai keluarganya. Dia mencintai saya sepenuh hati, mencintai anak-anaknya, tidak ada problem rumah tangga, saya punya gaji sendiri kan. Saya juga hidup sederhana, tidak pernah menuntut”. Seperti banyak kasus orang hilang lainnya, ketidak jelasan mengenai status korban tersebut lah yang membuat keluarga korban hilang berat untuk melupakan dan melanjutkan hidup , keluarga juga lebih merasa sulit untuk melaporkan kejadian karena malu apabila orang tersebut muncul kembali.

Walaupun begitu, Ibu AZ bercerita bahwa pelaporan terjadi secara informal dalam kasus ini (dari mulut ke mulut). Anak-anak Ibu AZ diundang ke acara anak yatim dan Ibu AZ juga mengambil Dana Diyat sebanyak 3 kali masing masing berjumlah 3 juta, 3 juta dan terakhir 2,5 juta. Lalu akhirnya melapor ke Koramil dan persetujuan ke Kapolsek. Ibu AZ juga pernah mencoba ke Medan (keluarga Pak Ilham) namun cerita Ibu AZ tidak dipercaya oleh pihak keluarga.

Saat ditanyakan harapan kedepan Ibu AZ mengenai kasus orang hilang dan keluarga orang hilang, Ibu AZ menyatakan “Kalau Bapak masih hidup, misal sudah berkeluarga lagi, tetapi itu kita tidak tahu (apakah masih hidup atau tidak) saya ingin bertemu sejenak saja. Kalau memang Bapak sudah pergi, saya sudah ikhlas. Saya besarkan anak-anak ini 21 tahun, di caci-maki, utang-piutang, saya bangkit, jatuh lalu bangkit kembali. Saya hanya jaga harga diri karena saya seorang PNS dan guru. Jadi panutan bagi anak-anak. Tapi sakit, sedih. Anak-anak ini kan penasaran, ingin bertemu dengan Bapaknya. Kalau memang sudah tidak ada lagi ya pasrah”.

 

Ibu AZ juga menceritakan bagaimana kejadian ini mempengaruhi anak-anaknya. Putri pertama Pak Ilham yang berkuliah di Fakultas Sosial Politik di USU ini pernah harus bersikukuh mempertahankan keinginannya untuk menulis Skripsinya dengan bertemakan Tragedi Simpang KKA, walaupun ditolak  berkali-kali oleh Dosen Pembimbingnya.

 

 

error: Content is protected !!
id_IDID